Feels Like [The 2nd] Home

A beautiful way of how The Sun says Hi to the neighborhood everyday, very first thing in the morning


#Repost from my old blog.
A flashback moment.
Sebuah catatan kecil ketika saya & suami menempati sebuah rumah di Oriana, Permata Bintaro.
Maret 2010 hingga September 2012.

Seperti yang telah saya sebutkan di review sebelumnya, saya dan suami hanya menempati rumah Raya selama 10 bulan.
Ide pindah muncul dari suami.
Suami sudah jengah dengan situasi menjengkelkan yang kerap kami hadapi di rumah tersebut.
Seperti sistem pengangkutan sampah yang tidak diorganizir dengan jelas oleh pengurus RT/RW setempat.
Lokasi yang terletak di pinggir tanjakan jalan pintas yang sering dilewati oleh kendaraan pribadi sehingga menyulitkan kami atau tamu untuk keluar masuk rumah.
Dan hal menyebalkan yang paling menyita pikiran suami adalah kebocoran parah di dapur yang mesti terjadi tiap hujan turun.
Kebocoran ini baru belakangan kami ketahui, yang mana menurut pemilik rumah hal tersebut tidak bisa dihindari karena ada pohon jambu yang ditanam oleh orang belakang rumah persis di samping dapur rumah Raya.
Jadi kalau hujan lebat datang, bocornya itu akibat pelimbahan air hujan yang jatuh di pohon jambu tersebut

Saya pribadi, jujur, saya suka rumah itu secara umum.
Hanya satu hal yang saya sesali.
Waktu pertama kali mengatur posisi lemari pakaian di ruang tengah rumah itu, kami luput mengecek bahwa di dinding yang menempel persis dengan lemari itu terdapat lubang ventilasi yang cukup besar dan tidak ditutupi oleh kawat berjaring.
Akibatnya, ventilasi dan bagian atas lemari itu menjadi "tempat mondar-mandir" hewan kecil yang tidak pernah saya sukai.
Paling itu saja, sepele tapi karena saya benci jadinya saya selalu dihinggapi rasa parno kalau sedang mau ke dapur atau kalau sedang menonton tv.
Coba kalau saya tidak pernah tahu perihal keberadaan hewan itu, saya pasti tetap merasa nyaman berada di rumah sampai akhirnya kami memutuskan untuk pindah.

Saya sendiri kaget waktu mendengar suami tiba-tiba tercetus ide untuk pindah.
Saya masih ingat sekali, waktu itu malam penghujung tahun 2009.
Kami baru pulang dari jalan-jalan sebentar untuk makan dan melihat hebohnya kembang api, lalu setibanya di rumah kami menonton film-film box office yang spesial ditayangkan oleh beberapa stasiun tv untuk memeriahkan malam Tahun Baru.
Out of nowhere, sesaat setelah jeda iklan ditayangkan, suami saya bilang,"Beib, kita cari rumah lain yuk!"
"Haah?? ..Kok tiba-tiba ngomongin soal cari rumah? Emang kita udah ada dananya? Udahlah Hon..rumah ini masih cukup kok buat kita tempati.", timpal saya kaget.
Suami ngotot dong ya panjang lebar *hahaha ^_^*,
"Dananya mah insyaAllah bisa kita cari dan atur. Rumah ini udah riweuh (rese) banget. Aa kasian sama ayank dibikin parno kalo hujan karena takut tau-tau kena 'bocor bah' lagi. Itu mah bukan bocor Beib. Air terjun! (huahahaha >_<) Udah gitu sistem pembuangan sampah disini ngga teratur banget. A pengen kita cari rumah kontrakan yang lokasinya di perumahan banget gitu. Agak jauh dari kantor ngga apa-apa, masalah mobilitas ke kantor/kampus bisa kita adaptasikan lagi. Yang penting makin nyaman dulu buat ayank."

Hoohoho..^^ saya kontan tertawa waktu mendengar usaha kreatifnya menggabungkan kata "bocor" dan "air bah" untuk menciptakan istilah "bocor bah" hahahaa. ^_^
Tapi saya juga mendadak super terharu mengetahui perhatiannya yang besar sekali untuk membuat istri semakin nyaman saat berada di rumah.
Hal yang terlintas di pikiran saya adalah mengubah sikap pesimis menjadi optimis.
Sesaat memang saya tidak bisa menahan reaksi skeptis.
"Really?..Are you sure? You think we can afford it?"
Suami mengangguk.
Akhirnya..percaya tidak percaya, saya beri dia respon,
"Oke, if that's what you think the best for us, so it's a lot of worth considering."
Saat itu saya berpikir, walau di satu sisi saya merasa ini terlalu awal bagi kami untuk merasa yakin bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk lanjut ke tahap tinggal-di-kawasan-pemukiman, tapi sejak awal pernikahan saya memang membiasakan untuk berani lebih yakin terhadap impian suami.
Kalau keinginannya tersebut tidak bisa terwujud dalam waktu dekat, tidak masalah.
Nothing to lose whatsoever.
But, who knows, right? If I choose to be someone who has a little bit more faith in him, maybe all of those good dreams will eventually come alive in this marriage.
The more supporter, not only the merrier, but also the much closer to make it happen. ^_^

Tidak terasa, Januari 2010 selesai dijalani.
Bulan Februari pun sudah lebih dari setengahnya dilewati.
Wacana tentang rumah kontrakan baru terus mampir dalam percakapan kami, namun kesibukan suami membuat wacana itu lalu lalang tanpa dibarengi ekspektasi berlebih apalagi realisasi.
Boro-boro sempat memutari Jakarta dan sekitarnya (sudah seperti info adzan saja ya bahasa saya..hahaha ^^) untuk keliling hunting rumah.
Saya sendiri masih berkutat menerjemahkan dan menggodok isi buku referensi skripsi saya yang akhirnya, akhirnya yaa berhasil saya temukan juga via situs toko buku online, zillion thanks to the very generous help of my dear friend Putri ^_^ (saya memang mengambil tema skripsi yang kontemporer sehingga buku referensinya bahkan masih sangat sulit kita pesan via online)
Paling-paling, usaha suami mendapatkan rekomendasi seputar kawasan pemukiman yang layak singgah hanya lewat cara berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawatnya yang telah terlebih dahulu membeli atau menyewa rumah.
Memang, cukup banyak dari kalangan teman suami yang tinggal di Bintaro dan Serpong, sehingga kawasan tersebut menjadi rekomendasi yang paling banyak kami terima.
Saya dan suami lumayan berminat dengan ide hunting rumah di sekitar Bintaro, karena aksesnya tidak terlalu jauh dari Jakarta Selatan dan banyak opsi transportasi untuk mendukung mobilitas sehari-hari, mulai dari KRL (transportasi favorit suami untuk bekerja), kendaraan umum, kendaraan pribadi, sampai feeder busway.
Tapi kalau Serpong, sepertinya terlalu jauh sekali buat kami.
That's it. Sejauh itu saja progress yang kami punya.
 
Sampai akhirnya hal kocak yang bisa dibilang mirip "campur tangan kosmik" pun secara tidak sengaja terjadi.
It was totally compeletely 120% accidentally on purpose.
Hari itu saya benar-benar sedang buntu, bingung, dan bosan dengan skripsi saya.
Untuk menyegarkan pikiran kembali, saya iseng melihat-lihat the recent update dari akun Facebook saya.
Hahaaha..memang klise sekali ya?
Sampai sekarang saya tetap terkesan dengan bagaimana hal se-klise membuka Facebook ternyata bisa berujung pada salah satu penemuan terbaik dalam pernikahan saya.
Saya selalu bilang pada suami,"I call that : Facebook membawa berkah." Ahahaaha >_<

Jadi cerita persisnya begini.
Semua orang yang suka main Facebook pasti familiar dong ya dengan iklan-iklan situs toko online yang kerap memenuhi dinding sidebar halaman situs fenomenal milik Mark Zuckerberg itu?
Nah..saya yang waktu itu kebetulan sedang mencari jam tangan yang modelnya mirip dengan jam saya yang belum lama hilang karena terjatuh, iseng meng-klik salah satu link iklan toko online tersebut.
Satu hal dan lainnya, link tersebut ternyata nyasar ke situs www.rumahbagus.com, yang hampir menjual semuanya.
You just name it, they have it.
Karena sungguh sedang suntuk, saya lanjutkan saja iseng saya dengan meng-klik berbagai kategori, termasuk kategori rumah.
Sudah kepalang demikian sekaligus karena ingat rencana pindah rumah, saya persempit saja kategorinya menjadi "rumah sewa" dan "lokasi : Jakarta Selatan".

Saya menemukan pilihan-pilihan yang bagus untuk di-bookmark dan sesuai dengan jangkauan budget kami.
Sampai di menit ke-sekian, saya mendadak terdiam ketika meng-klik gambar ini.


Bilang saya gila, tapi sumpah waktu melihat foto ini, di kepala saya seperti muncul visualisasi anak-anak yang sedang bermain di sekeliling taman --entah itu anak saya atau anak-anak tetangga-- dan setelah sadar kembali, saya seperti langsung tahu "I wanna live in this crazy beautiful house."
Ya, cukup spektakuler dan tidak tanggung-tanggung memang efek norak-norak lebay yang dimunculkan oleh foto rumah itu. hahaha >_<
Keterangan di bawah foto yang menyebutkan bahwa rumah itu disewakan beserta seluruh perabotnya, hanya memperparah antusiasme saya.
Oke, it's official, I'm head over heels fallin for this house so I think somebody might need to give me a parachute. wkwwkwk ^__^

Suami juga sama girangnya waktu saya menunjukkan folder bookmark hasil "little afternoon research" itu.
Berhubung di akhir pekan tersebut ada hari libur nasional, kami langsung memanfaatkan waktu untuk hunting ke beberapa lokasi.
Walaupun ada lima lokasi yang ingin kami kunjungi, tapi sebenarnya saya sudah tidak fokus dengan empat lokasi lainnya.
Pikiran saya hanya dipenuhi oleh harapan semoga rumah Bintaro itu belum disewa orang.
Sebelum menuju lokasi, suami mengusulkan untuk menelpon contact person untuk masing-masing rumah yang kami incar.
Dannn..entah seperti nyambung saja atau murni keberuntungan yang bersifat acak, kami pun mendapatkan info dari empat kontak person bahwa semua rumah yang diiklankan tersebut sudah disewa orang lain.
Satu-satunya rumah dalam daftar kami yang masih available adalah rumah Bintaro.
Begitu menutup telepon, saya dan suami langsung cekikikan dan bercanda,
"Oke, ini maksudnya tanda emang mau jadi jodoh atau apa ya, rumah yang paling diincer ternyata satu-satunya rumah yang belum laku. Ya udahlah kalo dari awal udah gini, kita ikuti ajalah hari ini alurnya bakal end up gimana."

Sesampainya disana, another luck waited for us.
Ibu pemiliknya ternyata sedang berada di rumah.
Kesempatan untuk nego langsung tanpa melalui perantara makelar pun lebih memungkinkan.
Ibu Maggie, nama pemilik rumah, menjelaskan bahwa awalnya rumah itu dibeli karena anaknya ingin kuliah di Jakarta.
Karena ibu Maggie sekeluarga berdomisili di Manado, beliau dan suami berpikir untuk membeli rumah di Jakarta agar ada tempat tinggal kalau nanti sedang menjenguk anak perempuan mereka.
Namun, setelah rumah dibeli, anaknya ternyata berubah pikiran.
Mengingat ada tantenya yang sedang melanjutkan kuliah di Australia, ia pun berminat untuk mencoba ikut ujian masuk collage disana.
Bisa diperkirakan rumah Bintaro ini tidak akan ada yang menempati karena bu Maggie dan suaminya memang sudah memiliki kehidupan yang mantap di Manado.
Jadilah rumah ini disewakan.

Sampai sekarang, saya tidak mengerti alasan sebenarnya kenapa kami seperti dimudahkan untuk menyewa rumah tersebut.
Karena jujur saja, waktu bertemu ibu Maggie, kami sama sekali belum mengajukan dana kredit tanpa agunan ke bank manapun.
Tapi anehnya, ketika kami iseng mencoba menawar pada bu Maggie, beliau tidak menunjukkan sikap alot yang berlebihan.
Beliau juga bilang,
"Kayaknya ibu rada klop deh sama kalian. Sampai kemarin, tiap ada yang melihat rumah, saya kok sepertinya kurang sreg menyerahkan rumah saya sama mereka."
Bu Maggie juga mengajukan nego harga yang hanya berbeda sedikit sekali dari penawaran yang diajukan oleh suami.
Menurut suami, penawaran dengan nominal sejumlah itu untuk sebuah rumah di Bintaro yang disewakan full-furnished, benar-benar top deal yang really worth to be considered.
Apalagi, selera furnitur dan penataan rumah yang dimiliki bu Maggie terbilang sangat baik.
Furnitur yang turut ia sewakan adalah satu set sofa, satu set kursi tamu, satu set meja makan, tempat tidur, meja tv, rak buku, meja rias, lemari, dua lemari iring, satu unit kulkas, dansatu unit AC.
Akhirnya, kami pun meminta waktu sekitar 10 hari untuk berpikir.
Kalau jadi, kami akan mentransfer sejumlah uang untuk tanda jadi.

Sepulangnya dari Bintaro, kami merasa campur aduk.
Excited sekaligus langsung sibuk berhitung.
Ketika mengkalkukasi pengeluaran bulanan dan pengeluaran jangka panjang, suami memang sempat sedikit merasa khawatir akan ada beberapa pengeluaran yang harus distop untuk sementara, jika kami memutuskan untuk menyewa rumah itu.
Sebaliknya, entah kenapa, saya justru merasa sebaliknya.
Walaupun menyewa rumah baru akan memaksa kami untuk sedikit berhemat, tapi saya yakin kami bisa.
Saya yakin itu rumah yang akan kami tempati.
Dan, akan ada saja jalan rejekinya untuk menghadapi biaya selama tinggal disana.
Saat itu yang saya lakukan adalah menatap suami dan mengatakan,
"Hon..let's just do it."
Suami pun balik menatap saya,
"Just do it? ..You mean we can do this?"
Saya mantap mengangguk,
"Ya. I think we should do this. Kita cut beberapa pengeluaran pun, ngga apa-apa Hon. I know this is gonna our house. Paling ngga, temmy tau ini bakal jadi salah satu tempat tinggal terbaik dalam pernikahan kita."
Dan suami saya pun tidak pernah ragu lagi sejak itu.

And just like that, keseriusan niat akhirnya antarkan kami pada akhir Maret 2011.
Kami mendapatkan apa yang kami perlukan untuk bisa tinggal di rumah itu.
Selain itu, feeling saya benar.
Dalam menjalani pernikahan, kalau kita yakin bahwa sekaranglah saatnya untuk melakukan suatu pengeluaran baru, ke depannya akan ada saja rejeki dari-Nya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Sekitar sebulan setelah tinggal di Bintaro, suami saya mengalami kenaikan gaji yang selisih lebihnya cukup untuk beradaptasi dengan pemukiman baru.

Satu hal lagi yang saya masih ingat sampai sekarang.
Papa saya sempat menginap sehari setelah saya tinggal di Bintaro.
Papa kelihatan menikmati waktunya sekali di rumah ini.
Waktu papa pamit pulang, suami saya bilang,
"Makasih banyak ya Pa. Nanti Insya Allah gantian kami yang maen ke tempat papa."
Papa saya malah membalas dengan penuh respect,
"Iya, iya..sama-sama..Papa yang makasih banyak."

Rasa haru langsung menyeruak di hati saya.
Selepas papa pulang, saya bilang pada suami,
"Tau ngga A, kenapa tadi papa bilang 'Papa yang makasih banyak'?"
Suami polos menggeleng.
Saya tersenyum,
"Papa itu makasih sebenernya bukan cuma karena udah dijamu selama nginep di sini, tapi juga makasih karena A bisa menyediakan tempat tinggal yang semakin nyaman lagi buat anaknya di saat dia belum punya hal yang memungkinkan untuk ngasih itu dalam waktu dekat ini."

Berkat murninya niat baik papa, dan tentunya juga doa mama, ada saja jalannya bagi saya untuk merasakan secara bertahap apa saja yang menjadi harapan mereka.
Disini, kami masih menikmati pernikahan untuk setiap menitnya sampai hari ini.

fav spot in the house to eat breakfast or talk for a while with husband in the morning before he left to the office
 
my fav inspirational view that always complete me everytime I write my blog : the little palm garden, right in front of our yard
I decorated our livingroom with my fav candid picture taken from our traditional wedding ceremony at Lampung, my father's hometown. It's been said that the groom and the bride got to hold on to this stick together during the ceremony as the traditional essential symbol of wishful thinking that hopefully they may share so many bless and the same wonderful life together untill the time is through. I love that thought. I found it so meaningful yet deeply romantic.
Beside the wedding related picture, I also decorated the house with this movie poster. Not only because of the fact that my husband and I are the greatest moviegoers alive, but also because I always love this poster since forever. I don't know why. I used to have it in my teenage room. Hopefully it will be another wishful thinking that our love will last for ever after. ^_^

So, wish a very good luck for us ^^

Share:

4 Comments