Bless Us With The Baby
Saya dan suami gemar membicarakan mimpi.
Tidak ada kata norak apalagi khayalan super-tidak-tahu-diri dalam rentang area mimpi kami.
Entah impian yang masih terlalu tinggi dan begitu dini untuk kami angani,
Ataupun mimpi yang sudah layak dibahas dalam wacana sehari-hari.
Salah satu mimpi yang pasti kami inginkan namun kami putuskan untuk meraihnya melalui rencana yang bijak dan sedikit matang adalah wacana seputar bayi.
Status mahasiswa tingkat akhir yang masih melekat di diri saya pascapernikahan adalah pertimbangan terbesar bagi kami untuk bersikap sedikit logis mengenai keinginan memiliki bayi.
Tapi tentunya dengan cara yang tidak terlalu ekstrem sehingga terkesan seperti menentang kuasa Illahi.
Sejak awal menikah, demi mendukung sepenuhnya proses penyelesaian skripsi saya juga masa adaptasi saya menjadi a full time housewife, kami sepakat untuk menunda keinginan untuk memiliki anak.
Rencana kami menunda paling tidak hingga skripsi saya rampung, atau maksimal antara 1 hingga 1,5 tahun.
Suami juga berinisiatif untuk tidak memilih program KB yang bersifat hormonal, seperti penggunaan pil ataupun suntik KB.
Hal ini disebabkan oleh pengalaman pribadi kerabatnya yang positif terkena kanker akibat efek penggunaan pil dan suntik KB dalam jangka waktu lama.
Sementara menurut dokter, kontrasepsi non-hormonal seperti spiral tidak mungkin dijadikan sebagai opsi karena opsi tersebut sebaiknya digunakan oleh wanita yang sudah pernah melahirkan.
Belajar dari pengalaman kerabat kami tersebut, suami tidak menginginkan hal serupa terjadi pada saya.
Ia sama sekali tidak keberatan untuk memilih metode kotrasepsi alami, yaitu kalender biologis.
Dan sejak menikah, suami benar-benar berkomitmen penuh dalam menjadi partner yang kompak untuk menuruti "peraturan kalender biologis" tersebut setiap bulannya hingga akhirnya saya hamil di waktu yang persis sesuai dengan harapan kami yaitu pada pertengahan 2011.
Alasan lain mengapa kami tidak mau menggunakan metode kontrasepsi hormonal, adalah karena kami merasa metode tersebut terlalu terkesan "benar-benar seperti tidak menginginkan anak hingga rela menempuh ritual medis apapun melalui suntikan atau menenggak pil KB setiap bulannya demi mencegah diri agar tidak hamil".
Kami menginginkan anak, itu pasti.
Suami selalu mengatakan,
"Kita tidak pernah ya Beib, tidak menginginkan anak. Kita pengen banget punya anak. Kita hanya sadar bahwa momen kita berrumah tangga masih bersinggungan dengan kewajiban lain yang mesti kita tuntaskan, seperti skripsi Ayank. Jadi, itu dia alasannya kenapa kita memilih untuk menunda program punya anak. Biar Allah yang jadi penentu best timingnya. Kalau menurut Allah saat ini kita masih disuruh untuk fokus pada hal-hal seperti pekerjaan Aa dan skripsi Ayank, Allah pasti belum kasih kita anak. Tapi kalau menurut Allah sekarang kita udah waktunya punya anak, pasti ada saja jalan-Nya buat kita salah mengingat aturan kalender biologis itu hingga Ayank hamil..dan kalau benar begitu situasinya, ya kita terima dengan senang hati amanah-Nya untuk memberi kita anak."
Jadi intinya, kami tidak ngotot pada Allah.
Kami hanya mencoba menjalani rencana A, tapi tetap ingin manut seandainya di tengah jalan Allah tiba-tiba menyodorkan rencana B.
Benar saja.
Selama tahun pertama pernikahan kami, Allah menunjukkan sekali "pendapatnya" dalam menyikapi prinsip kami mengenai topik program baby ini.
Sekali waktu, selama lima hari saya pernah merasa tidak fit dan gampang lemas sekali.
Saya pun sadar bahwa saya sudah telat 9 hari.
Saya bicara dengan suami, dan sorenya ia pun pulang kantor dengan membawa alat tes kehamilan pesanan saya.
Rasa deg-degan pasti ada, tapi kami sudah berlapang dada saja apapun hasilnya.
Saya bahkan sudah siap kalau mesti merampungkan skripsi sambil hamil.
Ternyata hasilnya negatif.
Kami sempat hening dan saling melempar tatapan sedih campur bingung.
Tapi suami mengingatkan,
"Bearti..saat ini Allah menyuruh Ayank untuk fokus dengan skripsi dulu. Allah juga sayang dengan Ayank, Allah tau Ayank sekarang masih beradaptasi banget dengan capeknya mengurus rumah tangga dan menyelesaikan skripsi. Jadi Allah belum kasih kita anak sekarang biar Ayank ngga terforsir banget energinya. Kita juga jadi bisa mempersiapkan kebutuhan yang lebih baik biar nanti anak kita bisa tumbuh dengan sedikit lebih nyaman."
Saya mencerna opini suami saya tersebut dengan baik dan optimis.
Dengan sisa rasa galau, saya mantap melihat hasil tes kehamilan itu untuk terakhir kalinya, sesaat sebelum saya membuangnya ke tempat sampah.
Saya yakin, suatu hari nanti, di tes kehamilan selanjutnya, saya akan melihat hasil yang sebaliknya ( baca : positif) dan dengan perasaan yang berbeda pula, yaitu perasaan senang dan syukur.
Oktober 2010, hari wisuda pun tiba.
Rasa haru, syukur, dan lega sangat meliputi saya ketika tahu bahwa saya bisa memberikan kelulusan dengan hasil maksimal untuk orang tua juga suami saya yang selalu mensupport setiap saat.
Sama seperti "ritual umum" yang pasti dialami oleh wisudawan lainnya, pascakelulusan saya sempat bilang pada suami bahwa saya ingin mencoba melamar kerja.
Pada waktu itu, keinginan idealis untuk bekerja memang ada.
Tapi tujuan saya melamar kerja bukan murni karena saya ingin punya penghasilan sendiri.
Saya tipikal orang yang tidak terobsesi menjadikan pekerjaan kantoran sebagai target karir jangka panjang.
Saya lebih mirip tipe perempuan yang ingin punya profesi atau usaha yang bisa saya jalani sambil tetap memperhatikan keluarga.
Jadi bagi saya yang namanya pekerjaan, tidak mesti bersumber dari coorporate job.
Semua pasti ada cara dan waktunya.
Kalau tidak bekerja tahun ini, tahun-tahun berikutnya pasti ada saja jalan bagi kita untuk bekerja jika kita percaya dan berusaha.
Kalau tidak bekerja di perusahaan, pasti ada arena lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk kita jadikan sarana menjemput rejeki.
Jadi, alasan saya melamar kerja setelah kelulusan lebih karena saya ingin melihat sebenarnya "desain planning terbaik" macam apa yang Allah siapkan untuk saya pada tahun ini.
Apakah tahun ini saya mesti bekerja dulu, atau diberi momongan, atau mungkin keduanya.
Saya juga mengatakan pada suami bahwa saya tidak menargetkan waktu terlalu lama untuk melamar kerja, karena saya juga sudah tidak merasa nyaman terhadap moralitas dan kodrat wanita yang mesti saya pertanggungjwabkan pada-Nya jika kami menunda punya anak lebih lama lagi.
Suami pun mengamini keinginan saya dengan baik, dan kami sepakat iseng menargetkan pertengahan tahun 2011 (sekitar bulan Juni) sebagai waktu yang tepat untuk program memiliki baby.
Akhir Januari 2011
Lima bulan berlalu sejak saya memenuhi cukup banyak panggilan interview terhadap lamaran kerja yang saya ajukan.
Tapi belum ada satu pun pekerjaan yang dipercayakan pada saya.
Melihat gelagat demikian, satu pertanyaan muncul di benak saya.
"Apakah saya salah jalan ya?"
Saya jadi berpikir, jangan-jangan tahun ini bukan waktu terbaik bagi saya untuk bekerja.
Kalau memang benar tahun ini ada rencana dan rejeki yang lebih baik bagi saya walaupun bukan dalam bentuk pekerjaan, saya ingin cepat-cepat "banting setir" sebelum saya berlarut-larut terlalu lama dalam proses melamar kerja.
Saya sampai tidak sabar untuk melakukan sholat istikhoroh saking saya tidak ingin terjebak terlalu lama dalam situasi yang belum tentu terbaik buat saya geluti tahun ini.
Insting saya benar.
Setelah sholat istikhoroh, saya bermimpi melahirkan.
Dalam mimpi tersebut, saya dengan jelas melihat perawat menyerahkan bayi yang baru saja saya lahirkan pada suami saya.
Perawat itu juga mengatakan bahwa keluarga kami benar-benar diberkahi dengan kejutan hidup karena saya ternyata melahirkan anak kembar.
Terbangun di pagi hari, saya menceritakan mimpi tersebut pada suami, lalu sejurus kemudian saya pun merasa yakin bahwa itu jawaban untuk istikhoroh saya.
Bahwa tahun ini kemungkinan besar adalah tahun yang terbaik bagi kami untuk memprioritaskan perihal memiliki anak.
Saya juga yakin dengan mengikuti jawaban yang saya terima melalui mimpi itu, pintu rejeki dan berkah kebahagiaan lain akan saya temukan juga dari arah yang tidak bisa saya sangka.
So, this is it. Trying to have a baby was gonna be the biggest event of ours in 2011.
Sejak mendapatkan jawaban istikhoroh, saya tidak terobsesi melamar kerja kantoran lagi.
Anehnya. justru pada saat demikian saya justru mendapat banyak panggilan interview dari perusahaan-perusahaan tempat saya mengirimkan lamaran kerja beberapa waktu lalu, bahkan ada juga tawaran interview yang tidak pernah saya applied sebelumnya.
Hingga awal bulan Mei 2011 saya mengikuti cukup banyak interview.
Ada beberapa kesamaan yang diusung oleh perusahaan tersebut.
Mereka mensyaratkan saya untuk menunda hamil selama 6 bulan hingga satu tahun, jika saya diterima di perusahaan tersebut.
Respon saya terhadap tipikal syarat perekrutan semacam itu?
Saya mantap menolak.
Entah kenapa, sejak melakukan istikhoroh, saya yakin sekali bahwa memiliki bayi adalah hal yang tidak sanggup kami tunda lagi tahun ini.
Saya bisa melihat pada tahun-tahun berikutnya saya akan bisa punya pekerjaan atau usaha, tapi tahun ini, saya percaya adalah tahun anak kami.
Awal Mei 2011 adalah kali terakhir saya menolak perusahaan yang mensyaratkan calon pegawai untuk menunda kehamilan jika diterima bekerja disana.
Dan seperti insting yang begitu kuat, beberapa minggu kemudian saya baru sadar bahwa saya sudah "telat" cukup lama.
Saya dan suami sepakat menunggu hingga saya telat 11 hari untuk membeli alat tes kehamilan, agar kami tidak kecewa.
Hari ke-11 pun datang, dan saya masih tetap telat.
Tanpa ekspektasi belebihan, hari itu, Sabtu tanggal 25 Juni sekitar pukul 7 pagi, saya melakukan tes kehamilan.
Dan tidak ada yang lebih mengejutkan daripada ketika hasil yang saya lihat adalah dua garis merah.
Dengan mata terbelalak dan tawa girang yang tidak dapat ditahan, saya buru-buru keluar dari kamar mandi dan berteriak pada suami, "Ayank! Temmy hamil! Hwaaaaaaaaaa.....!!!!"
Ou.My.God!
Kalau saja saya bisa mendeskripsikan perasaan pada saat itu dengan sempurna tanpa cela.
Suami saya juga tidak bisa menahan rasa kaget campur girang seraya memastikan kembali dua garis yang tertera di alat penguji kehamilan.
Sedetik kemudian saya sibuk melonjak-lonjak riang layaknya manusia kesetanan sambil mengulang kalimat yang sama," Ou My God, I'm pregnant! Alhamdulillah. Whoaa..I'm actually pregnant!"
Suami juga tidak berhenti mengucap hamdalah sambil memeluk dan mencium saya.
Lebih kocaknya lagi, suami yang pagi itu tadinya berniat mengambil handuk di tempat jemuran sebelum mandi, akhirnya malah bolak-balik kamar hanya untuk bilang,
"Cium ayank lagi ah.."
>_<
Muwahahaha..sepertinya dia terharu sekaligus senang sekali akan fakta bahwa saya tengah mengandung anaknya.
Saya pun paham, mengapa dua minggu lalu saya mantap menolak tawaran kerja yang mengharuskan saya untuk menunda kehamilan jika diterima di kantor tersebut.
Siapa yang mengira, ketika mengikuti interview tersebut, ternyata saya tengah hamil muda.
Pantas saja feeling saya pun tergerak untuk menolak pekerjaan tersebut.
Secara tidak langsung, hati kecil saya tahu bahwa saya hamil.
Bila diingat kembali, hari Sabtu Spesial itu pun terasa semakin kocak sepanjang hari, sejak kami mengetahui fakta perihal kehamilan saya.
Pasalnya, hari itu sebenarnya saya dan suami berencana berkumpul di rumah mama untuk menjenguk tante yang seminggu lalu baru saja melahirkan anak kedua.
Jadilah hari yang mestinya kami niatkan untuk menjenguk a new born baby, malah diselipkan dengan jadwal check up ke dokter kandungan untuk memeriksakan usia kandungan saya.
Kacaunya, hari itu dokter kandungan yang praktek di rumah sakit terdekat sudah penuh pasien hingga sore.
Kalau memaksakan untuk mendaftar pada dokter kandungan yang praktek sore, bisa-bisa batal rencana silahturahmi ke rumah mama.
Akhirnya kami mengutamakan pergi ke tempat mama biar beliau tidak kecewa.
Bertemu mama, kehebohan lain siap menanti.
Begitu bersalaman dengan mama, saya yang tidak bisa menahan rasa antusias, langsung menyampaikan kabar baik ini.
Otomatis, mama memekik kaget plus girang dan seisi rumah pun gegap gempita.
Hahaha..pastilah ya..siapa yang tidak kaget, secara kami yang tadi judulnya kemari hanya untuk menjenguk ponakan baru, malah datang membawa kabar bahwa tidak lama akan ada satu keramaian berupa seorang bayi lagi.
Yup, turned out we brought another baby news into this home. ^_^
Mama heboh memeluk saya dan mencium menantunya seraya mengucapkan selamat.
Tante saya juga ikut sumringah mengucapkan selamat pada kami, padahal tadinya dia yang menjadi pusat perhatian karena baru saja melahirkan bayi perempuan yang lucu. Hihihi.
Sorenya, mengikuti saran mama, dalam perjalanan pulang ke Bintaro, kami mendatangi dokter kandungan di RS Puri Cinere, sekedar untuk mengkonfirmasi kehamilan saya.
Dokter yang pertama kali saya jadikan tempat konsultasi selama masa kehamilan saya ini, sangat membuat saya terkesan.
Beliau adalah dokter yang sudah sangat sepuh tapi tutur kata dan tingkahnya yang santun pada calon ibu benar-benar terlihat menghargai keajaiban yang Tuhan berikan pada setiap wanita untuk menjadi ibu.
Dari hasil diagnosa diketahuhi bahwa usia kandungan saya berusia sekitar lima minggu.
So this is it.
It is officially true.
We were so pregnant.
We were actually excpecting a baby.
Sepanjang perjalanan dari rumah sakit, saya tidak dapat menahan rasa haru saya.
Ada alasan khusus yang membuat saya lebih emosional merespon kabar kehamilan ini.
Bagi saya dan suami, kehamilan saya ini adalah buah dari keyakinan kami yang terlalu besar bahwa Allah akan merestui dan mempermudah harapan kami untuk memiliki anak pada pertengahan tahun ini.
Dan Ia benar-benar mewujudkannya.
Tepat pada tanggal 25 Juni 2011, kami mengetahui bahwa saya tengah mengdandung 5 minggu.
Benar-benar Ia bisa memberi secepat itu tepat pada waktu yang pernah kita bicarakan.
Bila kita percaya.
Dan kami selalu memilih menjadi orang yang percaya.
Disaat ada sebagian orang yang memilih untuk tidak.
You see, tidak semua kalangan dari keluarga kami yang memberi komentar positif tentang pilihan kami untuk menunda program baby di tahun-tahun awal pernikahan kami.
Ada beberapa kerabat yang kami sesalkan pola pikirnya mengenai hal ini, padahal mereka mengaku sebagai orang religius yang rajin mengaji.
Mereka menyikapi pilihan kami dengan komentar sinis seperti, "Apa tidak takut bila Allah nanti malah benar-benar tidak akan memberi anak sama sekali, karena melihat kalian menunda punya anak begini?"
Jujur, walaupun kami tidak membalas omongan mereka, saya dan suami tidak paham cara pikir orang-orang demikian.
Bagaimana bisa ya orang-orang yang mengaku gemar mengunjungi majlis taklim seperti mereka bisa-bisanya senang berburuk sangka terhadap kuasa Allah?
Saya pribadi merasa jauh lebih nyaman hidup dengan berbaik sangka pada-Nya.
Call us naive or crazy, tapi saya dan suami tipikal orang yang yakin kalau kita berkomitmen untuk percaya bahwa kebaikan-Nya akan mempermudah segala sesuatu, Allah pasti akan memberikan respon yang positif juga terhadap harapan-harapan kami.
Terlebih mengenai keinginan memiliki bayi.
Sekarang, bisa dilihat bukan?
Respon Allah begitu luar biasa "positif" (baca: +) pada kami, berkat satu pilihan sederhana untuk kerap percaya.
PENGALAMAN NGIDAM
Saya tidak mengalami ngidam yang aneh-aneh.
Tidak ada keinginan terhadap menu-menu khusus yang sulit dicari pada waktu dan situasi yang diluar dugaan apalagi diluar kebiasaan..wkwkwk.
Keinginan saya paling-paling hanya seputar jajanan pasar seperti siomay, cemilan yang gampang ditemui, dan sebagainya.
Itu pun saya tidak ngoyo.
Maksudnya, bila hari ini saya tiba-tiba kangen makan siomay di Kedai Siomay A, tapi saya terlalu malas untuk menyambangi lokasinya yang agak jauh, maka tidak masalah bila saya baru bisa menyantapnya pada saat pergi bersama suami di akhir pekan.
Seingat saya, ngidam teraneh yang pernah saya alami hanya dua kali selama hamil.
Satu, ketika saya tiba-tiba kangen makan roti pizza merk An-Nisaa yang dulu biasa saya beli di kantin SMA saya di Bogor.
Hahaha..sudah cukup dahsyat kan yah?
Lalu, bagaimana solusinya?
Saya sudah berniat dari awal hamil, saya tidak ingin menjadi ibu hamil yang serba merepotkan dan super manja, apalagi sampai dzolim pada suami dan orang-orang terdekat demi mengekploitasi keinginan yang meledak-ledak selama hamil.
Akibatnya, tiap kali ingin makan sesuatu yang absurd untuk dicari, saya sudah merasa tercukupi dengan cara mencari alternatif lain yang paling mendekati kemiripan jenis dengan makanan tersebut.
Contohnya, karena saya sedang ingin roti pizza, akhirnya saya pun membeli roti serupa di tukang roti yang selalu lewat di komplek rumah setiap pagi.
Xixixi..^_^ dan inilah hasil "morning hunting" yang saya dapatkan.
Selain roti pizza, objek ngidam teraneh yang saya alami adalah waktu saya mendadak ingin makan sop ayam ala restoran Padang Begadang III di Bandarlampung yang biasa saya makan bersama keluarga semasa kecil bila kami transit di daerah tersebut.
Apa yang membedakan sop itu dengan sop ayam pada umumnya?
Saya kurang paham, tapi yang pasti bumbunya yang lebih dominan akan bumbu pala, terasa spesial sekaligus berbeda.
Selain itu potongan kentangnya jauh lebih bisar bila dibandingkan dengan sop ayam pada umumnya.
Seperti ini kira-kira bentuknya.
Akhirnya solusi yang saya pilih untuk memuaskan selera makan pada saat itu adalah dengan membuat sop ayam kreasi sendiri yang cita rasanya sangat mendekati sop ayam ala restoran Padang Begadang III tersebut.
Ada cerita lucu tentang ngidam yang saya lihat di televisi semasa saya hamil.
Dalam sebuat segmen acara informatif yang ditujukan untuk kaum hawa, seorang ibu diwawancarai untuk menceritakan pengalaman ngidamnya.
Dalam wawancara tersebut, sang ibu menceritakan bahwa ketika hamil, ia pernah terbangun jam 10 malam dan mendadak ingin makan buah jambu monyet.
Tanpa basa-basi, ia pun mengerahkan suaminya untuk mencari the most wanted fruit in the middle of the night tersebut..hahaha...^^
Suaminya pun berusaha mencari ke segala penjuru Jakarta.
Catat ya teman-teman, ke seluruh penjuru Jakarta.
Hingga pukul 1 dini hari, ia belum juga berhasil menemukan buah tersebut.
Alhasil, sang suami kembali ke rumah dengan harapan sang istri mau memaklumi kegagalannya memenuhi napsu ngidam tersebut.
Yang terjadi, si istri justru menutup gorden jendela rapat-rapat ketika ia melihat dari balik jendela sang suami kembali ke rumah dengan tangan kosong.
Meihat respon sang istri, si suami tidak ada pilihan selain kembali berusaha mencari buah jambu monyet, hingga akhirnya menjelang subuh ia baru menemukan buah tersebut di sekitar Bogor dan segera bertolak ke rumahnya di Pasar Minggu untuk menyerahkan buah tsb pada istrinya.
Setibanya dirumah, sang istri hanya melonjak kegirangan, sementara sang suami hanya bisa langsung bersiap-siap berangkat kerja sambil terkantuk kantuk akibat semalaman tidak tidur karena berkeliling Jabodetabek demi sebuah jambu monyet.
Komentar saya?
UN.FREAKIN.BELIEVEABLE.
What an ultimately selfish pregnant lady.
Saya pikir, tidak sensitif dan tidak bijak sekali bila ia memanfaatkan alasan ngidam dan status kehamilannya untuk bersikap egois hingga tidak sadar bahwa ia sudah berbuat dzolim pada suaminya, padahal perempuan tersebut tidak lama lagi akan menjadi ibu.
Saya sendiri, sejak hamil hanya dua hal yang menjadi doa saya.
Pertama, saya memohon semoga kehamilan saya ini tidak merepotkan orang banyak.
Kedua, saya meminta diberikan begitu banyak petunjuk untuk menjadi ibu yang bijak.
Karena bagi saya tidaklah mungkin bila saya menginginkan anak yang sholeh dan suami yang mulia jika saya sendiri tidak menjadi ibu yang bijak serta istri yang baik bagi mereka.
SITUASI SELAMA HAMIL
Pada bulan ke-4 dari kehamilan saya, kami telah mengetahui bahwa bayi kami adalah bayi laki-laki.
Seluruh keluarga menyambut suka cita, terutama keluarga saya karena keluarga kami didominasi oleh anak perempuan.
Kehamilan saya pun berlangsung dengan perasaan rileks dan fun.
Saya bersyukur luar biasa karena saya tidak mengalami keluhan yang berarti selama hamil.
Saya tidak mengalami muntah-muntah selama 9 bulan.
Saya hanya pernah muntah sekali sebelum mengetahui fakta kehamilan saya, dan saya hanya mengalami eneg pada 2 bulan pertama kehamilan, tapi tidak muntah sama sekali.
Bulan-bulan berikutnya, rasa eneg hilang seketika.
Hal itu membantu napsu makan saya tetap berjalan stabil.
Meskipun begitu, kenaikan berat badan saya tidak meningkat secara drastis.
Setiap bulannya saya mengalami kenaikan sekitar 1-1,5kg saja.
Nantinya, selama hamil anak pertama ini saya berhasil mencapai target berat badan yang saya harapkan.
Sejak hamil saya mencoba mengatur pola makan agar berat badan saya tidak lebih dari 12,5kg.
Dokter kandungan saya bilang saya hamilnya bagus, maksudnya saya bisa mengatur pola makan hingga tidak terlalu gemuk tapi perkembangan berat badan bayi saya juga bagus.
Pada awal bulan ke-9, total kenaikan berat badan saya berhasil mencapai 12,5kg seperti yang saya harapkan dan berat badan anak saya 3,2kg.
Selain itu, saya juga tidak mengalami kaki bengkak, perut gatal, juga tidak merasa mual bila melihat seafood mentah dan mencium bau nasi yang baru matang.
Satu-satunya kejadian yang melibatkan indera penciuman yang makin sensitif adalah sesekali pada bulan ke-4, saya kurang suka bau parfum suami yang menyebar ke penjuru kamar.
Saya mesti meminta suami untuk berada di ruangan lain kalau dia mau menyemprotkan parfum.
Tapi kalau terhadap bau wewangian lain, saya tidak berreaksi apa-apa, biasa saja.
Mood saya selama hamil juga baik dan terbilang menyenangkan.
Saya benar-benar menikmati setiap menit dari momen kehamilan saya dengan berusaha bersikap aktif dan kreatif serta berpikir positif.
Saya mengisi waktu dengan senang mencoba resep-resep makanan/minuman baru untuk menyenangkan suami.
Saya ingin menikmati masa kehamilan saya dengan melakukan hal-hal yang berarti dan menyenangkan orang-orang yang saya sayangi.
Pada bulan ke-4 kehamilan saya, saya mengumpulkan uang, pakaian, sepatu, dan makanan yang masih layak pakai dan layak konsumsi untuk dibagikan pada saudara-saudara di sekeliling kita yang pasti sangat menghargainya.
Sambil melipat pakaian-pakaian tersebut, saya mengajak bayi di dalam rahim saya bicara.
Saya mengajarkan padanya bahwa kita hidup harus saling berbagi pada sesama sebagai bentuk syukur kita yang tanpa putus pada Allah.
Saya berharap mereka yang menikmati rejeki tersebut berkenan ikut mendoakan keselamatan dan keberkahan bagi anak saya.
Anak saya juga banyak saya ajak menulis, membaca buku-buku yang bermanfaat, menceritakan kisah-kisah teladan dari keluarga kami juga dari agama, memperbanyak ibadah sunnah, membaca Al-QUr'an dan dzikir, serta menikmati musik.
Sambil beraktivitas sehari-hari, saya sering menyanyikannya lagu-lagu kenangan saya dan suami yang bertemakan kasih sayang, keluarga, cinta, persahabatan, dan rasa percaya akan impian apapun.
Saya melakukan itu murni karena menyanyi membuat mood saya jauh lebih baik dan enerjik, selain itu saya berharap dengan cara itu anak kami bisa memahami dari mana semua cinta ini berasal.
Akan lebih banyak lagi cinta, mimpi, dan keindahan yang menanti dia saat ia siap bertemu dengan kami, nanti.
Tantangan yang saya alami selama hamil berupa situasi yang masih bisa dikendalikan seperti nyeri punggung dan menjadi lebih gampang lelah setelah beraktivitas seharian.
Selama hamil, salep Voltaren resmi menjadi "pusaka" yang tidak boleh ketingggalan bila bepergian. Hahaha
Pun begitu, saya tidak masalah bila berjalan-jalan lama selama hamil.
Meskipun sejak bulan ke-5 kehamilan saya dibantu oleh asisten rumah tangga, tapi untuk rutinitas seperti menyiapkan sarapan untuk suami, memasak, merapikan pakaian serta perabotan, dan sebagainya tetap saya lakukan sendiri.
Bu Nur yang menjadi asisten rumah tangga saya, setiap pagi hanya mengerjakan tugas yang sudah cukup berat bila saya lakukan sendiri dalam keadaan hamil, seperti menyapu, mengepel, dan menyetrika.
Bicara mengenai tantangan, jujur..kalau ada orang yang bertanya perihal tantangan apa yang paling tidak nyaman bagi saya pada saat hamil, saya tidak akan jawab "eneg" atau "mual-mual" layaknya kondisi wanita hamil.
Tantangan yang paling saya tidak sukai ketika hamil adalah sembelit pada usia kehamilan 9 bulan.
Luar biasa, "urusan di toilet" saja bisa pernah sampai membuat saya meringis nyaris menangis, saking tidak nyamannya.
Terlebih pada saat itu perut saya semakin besar dan berat.
Sejak usia kehamilan awal dokter memang sudah menginformasikan bahwa tidak perlu aneh bila semakin mendekati minggu ke-40, masalah sembelit pun semakin terasa karena posisi bayi yang semakin turun dan postur bayi yang kian membesar akan menekan organ dalam sang ibu sehingga sembelit pun bisa saja terjadi.
Selama hamil, selain menghindari makanan yang dilarang oleh dokter seperti durian, lalapan mentah, dan tape, saya juga berinisiatif sendiri untuk sama sekali tidak makan mie instan, minuman soda, dan tidak menggunakan MSG pada masakan rumah selama 40 minggu.
Saya juga kadang-kadang menyempatkan diri untuk makan bubur kacang ijo dan minum air kelapa muda murni tanpa gula.
Selain itu mulai pada bulan ke-8 saya mulai rajin makan kacang edamame untuk cemilan sore dan malam agar perut saya yang kian membesar tidak terasa sesak pleh makanan berat pada malam hari.
Pada bulan ke-9, saya meminum satu sendok makan extra virgin olive oil dua kali sehari.
Sekedar mencoba tips dari teman saya agar bayi cepat lahir.
Dan jujur bila diingat lagi, sarannya ampuh karena baru 4 hari setelah minum minyak zaitun murni, bayi saya lahir.
Intinya, semua inisiatif tersebut saya lakukan karena ingin lebih optimal saja dalam menjaga tumbuh kembang anak saya di dalam rahim.
Selain itu, nasihat tante saya pada awal kehamilan juga sangat menginspirasi sisi keibuan saya.
Beliau mengatakan,"Tem, jaga makanan ya. Ingat Nak, terkadang kita hanya diberi satu kali kesempatan untuk menciptakan bibit unggul."
Kata-kata beliau benar-benar menyadarkan saya bahwa menahan napsu untuk tidak makan sembarangan selama hamil tetap jauh lebih baik daripada menangis meraung-raung setelah menemukan ada hal yang tidak harapkan terjadi pada diri anak kita ketika ia lahir.
REJEKI BAYI KAMI
Syukur tiada henti pada Allah, mungkin karena didukung oleh kemantapan yang kuat untuk program memiliki anak pada tahun ke-2 pernikahan kami, saya diliputi rasa senang, nyaman, dan antusias yang superduper fun selama hamil.
Saya boro-boro cemberut, justru excited mengulang kalimat yang sama setiap melihat penampilan baru saya di kaca,"Waaa..aku benar-benar hamilll."
Hahaha ^__^
Ya, selamat menikmati edisi ekslusif acara norak-norak bergembira saya dalam rangka menikmati pengalaman hamil pertama, hehehe.
Hal yang membuat saya sangat bersyukur dalam haru, banyak sekali rejeki yang Allah tunjukkan sejak bulan ke-3 kehamilan saya yang jatuh tepat pada bulan Ramadhan 2011.
Rejeki tersebut bukan hanya dirasakan oleh saya dan suami, tetapi juga oleh keluarga besar saya.
Suami saya mengalami situasi yang semakin baik dengan klien dan rekan sejawatnya di kantor.
Usaha ayah saya yang selama 6 tahun mandek, tiba-tiba membuahkan hasil yang sama sekali tidak disangka-sangka.
Saya juga mendapatkan telpon dari Bank of Tokyo, untuk mengikuti interview kerja, padahal saya sendiri tidak pernah mengajukan lamaran kerja sebelumnya ke perusahaan tersebut.
Pihak perusahaan terdengar begitu antusias menawarkan pekerjaan itu pada saya sekaligus cukup kecewa ketika tahu saya dengan tenang menjelaskan bahwa saya pada saat itu tidak mungkin menerima kesempatan kerja dari mereka sehubungan dengan perihal kehamilan saya.
Walaupun itu merupakan kesempatan baik yang mesti saya tolak, tapi saya tetap merasa sangat senanggg sekali setelah menutup telepon tawaran kerja dari mereka.
Kejadian tersebut menyisakan keyakinan yang justru semakin kuat, besar, dan luar biasa pada-Nya.
Saya menganggap kejadian tesebut sebagai semacam "komentar Allah" terhadap sikap "Jika kamu percaya akan rejeki yang Allah janjikan, Ia akan menambah lagi kuasa-Nya untuk menunjukkan rejeki dari arah dan pada waktu yang tidak kita sangka."
Semakin nyaman bagi saya untuk terus percaya pada jalan hidup yang Ia tunjukkan pada saya dan keluarga.
Satu hal lagi yang tidak mungkin saya lupa, saya mengalami salah satu kejutan ulang tahun yang sangat berkesan ketika saya hamil.
Sehari sebelum ultah, saya mendapat kiriman paket dari sahabat pena saya sejak SMP yang berdomisili di Jepang.
Ia mengirimkan CD terbaru penyanyi favorit kami berdua, Hirai Ken!
Tidak cukup dengan kejutan tersebut, sahabat karib saya sejak SMP datang membawa kue ulang tahun yang sangat spesial pada acara buka puasa bersama yang kami adakan di tempat saya.
Malah sahabat saya bilang, "Kue ini belum termasuk acara traktir makan-makan yang nanti mesti sempat saya lakukan yah Tem, sebagai celebration atas si Kakak (panggilan untuk janin dalam kandungan saya)."
Oia, ada juga bentuk rejeki yang lucu dan benar-benar saya alami ketika hamil.
Saya cukup sering diberi harga murah yang menurut saya best deal I've ever had tiap kali membeli pakaian.
Saya perhatikan, alasan para penjual memberikan diskon habis-habisan pada saya adalah karena mereka semua berpikir kan pakaian tersebut -entah berupa gaun, celana, atau cardigan- akan saya pakai demi kenyamanan bayi dalam kandungan saya.
Benar loh, saya masih ingat sekali ada lebih dari tiga penjual pakaian yang benar-benar mengatakan alasan tersebut pada saya.
Diskon paling fenomenal dan pelayanan paling ramah yang benar-benar berkesan bagi saya datang dari suami istri yang menjual pakaian di bazaar sebuah mal.
Saya senang sekali melihat pasangan suami istri itu.
Sudah kompak, ramah luar biasa, mesra, menjalankan usaha bersama pula. ^_^
Dengan sumringahnya mereka memberi saya diskon Rp.80.000,- untuk sebuah celana kulot dan potongan harga Rp.50.000,- untuk cardigan ketika mengetahui saya tengah hamil!
Beneran demi apa juga, bukan tipu bukan bohong.
Jangankan teman-teman, saya sendiri sempat kaget sekali waktu mendengarnya.
Secara bahannya nyaman sekali dan motifnya chic sekaligus unik.
Tidak cukup dengan itu, mereka juga memilihkan celana dengan kualitas bahan yang nyaman dan tidak terlalu ketat agar tidak membuat saya dan bayi saya sesak ketika mengenakannya.
Hahaha..geli campur senang mendapat kebaikan sederhana dari mereka.
Terlihat jelas sekali mereka tipikal pasangan yang antusias akan keindahan makna menyambut kehadiran seorang anak sehingga mereka turut ingin mensupport ibu hamil dengan cara mereka sendiri.
Saya bersyukur sampai tidak habis pikir bagaimana bisa seberuntung itu.
Bagi saya, kebaikan semacam itu yang saya dapatkan ketika berbelanja selama hamil, termasuk rejeki anak kami.
Ada saja jalan yang kami temukan melalui dia yang bisa meringankan pengeluaran uang selama saya hamil.
Saya benar-benar merasa diberkahi dan disupport oleh orang-orang yang saya sayangi selama hamil.
Saya sampai mengatakan pada suami bahwa sudah terlihat jelas sekali rejeki bayi kami.
Sambil menahan tangis haru, saya menambahkan pada suami,
"Tidak bisa membayangkan bagaimana dermawannya Allah melimpahkan rejeki bagi anak kita setelah ia lahir nanti. Di usia kandungan 3 bulan saja Allah sudah mempercayakan rejeki materi dan non-materi sebanyak ini."
MEMORABLE PICTURES DURING MY VERY FIRST PREGNANCY
Saya dan teman-teman saat berbuka puasa di almamater kami bersama para dosen dan alumni. Saat itu kehamilan saya sudah memasuki usia 3 bulan. |
Masih di acara yang sama, saya berfoto bersama Putri. Sahabat saya ini juga blogger loh. Ikuti ceritanya ya tentang pengalaman travelling dan review novel serta manga koleksinya di http://writesimplelife.wordpress.com |
Saya dan Sasha, saya seangkatan dan akrab sekali dengannya selama melanjutkan kuliah Sastra Jepang. Dia ini blogger yg menyukai dunia fotografi dan film. Teman-teman bisa mengunjungi blognya di http://hanyasedikitberbagi.blogspot.com |
Kue ultah hadiah kejutan dari my anyway bestfriend, Jumy. Dia menemukan panggilan khusus terhadap saya : Tempe. Karena nama saya Temmy dan saya suka sekali makan Tempe. wkwkwk |
So excited for the bday cake! |
Had a very very blessfully belated birthday |
Acara buka puasa yang berujung perayaan ultah |
I walked for my baby |
![]() |
Me and my baby |
![]() |
Taman Kota BSD tempat kami berolahraga pagi di akhir pekan |
Have a great bestfriends weekend,evver. I met my time-after-time bestfriend, Ajenk, and many more at our dear friend's wedding party on the 7th month of my pregnancy. |
![]() |
Usia kehamilan 9 bulan, siang-siang hari minggu dikasih kejutan kuliner oleh suami. Saya dibelikan Martabak Har, makanan khas Palembang favorit saya sejak kecil. |
Ngemal terakhir semasa kehamilan saya sekalian hunting perlengkapan bayi wkwkwk. Ini bertepatan dengan hari libur Gong Xi Fat Cai |
KELAHIRAN BAYI KAMI
Akhirnya, minggu ke-38 pun tiba.
Pada minggu ke-38 kami sudah sepakat untuk melahirkan di RSPI.
Pada usia kehamilan tersebut, tepatnya pada hari Sabtu 28 Januari 2012, dokter kandungan saya -dr.Fitriani Iskandar- sudah menyarankan untuk mulai bersiaga.
Namun karena melihat kondisi di dalam rahim dan situasi saya yang sama sekali belum merasakan mulas tanda kontraksi, dokter berpendapat bahwa lebih besar kemungkinan saya akan melahirkan lewat dari tanggal 11 Februari, daripada sebelum tanggal itu.
Tapi entah kenapa, karena dokter sudah menyuruh siaga, feeling saya pun cenderung lebih yakin anak ini akan lahir lebih awal.
Saya dan suami pun berinisiatif untuk mempersiapkan travelling bag "siaga" dan memindahkan beberapa furnitur di rumah dan di kamar untuk memberi ruang yang lebih luas untuk bayi kami.
Saya hanya berpesan pada bayi saya, "Nak, nanti ketika persalinan, kalau ada hal yang nggak beres sama kakak didalam sana, kasih mama reaksi yang keras banget juga ngga apa-apa ya Nak..Biar mama punya feeling yang kuat terhadap kakak."
Walaupun sudah mulai lebih concern terhadap kemungkinan kontraksi yang bisa terjadi kapan saja, semuanya berlangsung tenang-tenang saja.
Sampai akhirnya hari Rabu pagi tanggal 8 Feb itu datang.
Pagi itu saya dan suami sama-sama memiliki feeling yang aneh.
Saya ketika bangun pagi tiba-tiba ingin sekali mempersiapkan tas travelling yang akan kami bawa ketika nanti pergi ke rumah sakit untuk persalinan.
Padahal saya sama sekali belum ada merasakan mulas.
Sementara suami entah kenapa pagi itu seperti ingin sekali bolos kerja.
Pun demikian, dia tetap menyemangati diri dan berangkat kerja.
Selanjutnya aktivitas pun saja jalani seprti biasa.
Pagi itu bahkan saya masih sempat-sempatnya menyikat wastafel tempat cuci piring yang saya anggap sudah agak kusam.
Setelah itu saya menulis di blog sebentar dan menonton berita hingga pukul 11.30 siang.
Pukul 11.35, saya pergi ke kamar mandi.
Dan siapa yang sangka..setelah selesai buang air, air ketuban saya pun mengalir dengan cukup deras, padahal hingga saat itu pun saya belum merasakan mulas.
Ya..proses kelahiran seseorang memang tidak ada yang menduga.
Semenit lalu kita masih santai di rumah.
Beberapa menit kemudian, air ketuban saya pun pecah yang menandakan proses kelahiran anak kami akan segera dimulai.
Karena sama sekali tidak merasakan mulas dan masih sangat bisa berjalan dengan normal, saya pun mencoba untuk bersikap tenang.
Saya menelpon suami, menjelaskan situasi, dan menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit.
Saya sendiri masih sanggup untuk pergi sendiri menggunakan taksi, dan memilih untuk bertemu suami di RS Pondok Indah.
Suami pun mengiyakan.
Segera setelah berganti pakaian dan mengambil tas "siaga" yang telah kami persiapkan, saya pun pergi ke RS menggunakan taksi.
Alhamdulillah, proses awal persalinan saya tidak dipenuhi drama nyeri kontraksi, sehingga saya bisa berangkat ke RS dengan tenang.
Satu hal yang sampai sekarang masih saya ingat adalah doa yang diucapkan oleh supir taksi yang saya tumpangi tersebut.
Bapak paruh baya itu mengatakan,"Ya Allah mudahkanlah kelahirannya." sesaat setelah saya tiba di RS dan disambut suami yang telah lebih dulu tiba disana.
Saya teharu sekali akan doa sedalam itu pada orang asing seperti saya.
Bismillah..kami siap menjalani ini bersama, dengan lindungan-Nya.
Kelahiran anak kami benar-benar pengalaman bersama yang memberi kesan lebih dari luar biasa.
Saya dan suami melewati seluruh tahapannya dari awal hingga akhir bersama-sama, benar-benar hanya kami berdua karena orang tua kami berhalangan hadir pada hari itu.
Hingga hari Rabu sore, situasi masih terkendali karena saya masih melewati pembukaan 1.
Saya masih tidak merasakan sakit yang berarti.
Nyeri yang saya rasakan pada pembukaan 1 tidak lebih dari mulas yang layaknya kita rasakan sebelum buang air besar.
Demikian pula dengan pembukaan 2, rasa nyerinya mirip seperti nyeri ketika menjelang haid.
Selama pembukaan 1 dan 2, saya berusaha tetap menenangkan diri dengan membaca surat Yaasin dan doa Kanzul Arash, doa yang sudah biasa saya baca sejak masih remaja.
Dalam menyikapi proses melahirkan yang konon terkenal sakit sekali, sampai melewati pembukaan 2 pun, untungnya saya tipe orang yang berpikir "kalau saya belum pernah tau rasa sakitnya, saya tidak akan panik penasaran sesakit apa ya rasanya melahirkan."
Jadi saya tidak terkonsumsi polusi pikiran negatif mengenai sakitnya proses melahirkan sehingga saya bisa tetap fokus, tenang, optimis, dan percaya bahwa Allah akan menemani saya dan suami melewati situasi ini.
Tantangan saya dimulai setelah waktu Magrib, dimana nyeri yang saya rasakan mulai meningkat dengan cepat.
Kontraksi yang berlangsung selama 10 jam itu semakin terasa aneh dan kian nyeri.
Hingga pukul 01.00 dini hari saya hanya berhasil mencapai pembukaan 6 namun dengan nyeri yang kian menukik, nyaris tanpa jeda, dan tidak tertahankan.
Saya sampai harus menatap lekat-lekat suami yang duduk di sisi ranjang dan memegang pipinya selama kontraksi berlangsung.
Hal itu saya lakukan agar saya punya satu titik fokus yang membuat saya tetap sadar dan bertahan melewati kontraksi.
Karena genggaman saya sempat terlepas beberapa kali ketika memegang tangan suami.
Terlebih saya disuruh oleh perawat untuk melewati tahapan kontraksi dengan posisi tidur miring dan kaki ditekuk agar mulut rahim terbuka lebih cepat.
Efeknya, rasa sakit yang harus saya tahan dua kali lebih sakit daripada merasakan kontraksi dengan posisi tidur terlentang.
Suami saya yang ada disamping saya tidak henti-hentinya menyabarkan saya, walaupun dari tatapannya saya tahu dia di dalam hati tengah menahan rasa tega sekuat tenaga melihat saya begitu kesakitan.
Dia menguatkan saya dengan kalimat seperti,
"A ada disini ya Beib..Ayank ngga sendiri..Ayank udah buktikan ayank kuat luar biasa..InsyaAllah balasannya surga buat Ayank."
Seperti yang saya katakan sebelumnya, menjelang pukul 23.30 hingga pukul 01.00 dini hari nyeri kontraksi saya makin menjadi dan berlangsung terus menerus.
Malam itu saya diperiksa oleh tiga suster secara bergantian.
Dua dari tiga suster itu sangat baik pelayanannya.
Kalau saya tengah menahan nyeri kontraksi sambil menyebut nama Allah, dua orang suster tersebut pasti menenangkan saya, "Iya Ibu..dzikir..lalu diikuti tarik napas panjang ya Bu..Cepat turun ya dek..kasian mamanya nahan sakit demi adek dari tadi ya sayang.."
Tapi yang namanya proses kelahiran bayi, pasti ada saja menyisakan satu atau dua cerita lucu yang menarik untuk dikenang.
Dari ketiga suster itu, adaa satu suster yang entah kenapa sentimen minta ampun.
Setiap dia melihat saya menyebut nama Allah atau menarik napas panjang terus-terusan dia pasti berkomentar,
"Bu, Jangan buang energi dengan berbicara. Dan kalau sedang tidak merasakan kontraksi, jangan menarik napas panjang. Simpan energi untuk melahirkan nanti. Bayangkan anak ibu itu sedang melakukan perjalanan di sebuah padang rumput yang indah untuk mencari jalan keluar dari rahim ibu."
Luar biasa.
Dikiranya saya mendramatisir nyeri kontraksi yang tidak terlalu sakit.
Kalau saya dalam keadaan normal, pasti muka suster itu sudah saya sambit pake bakiak, muwahaha.
Memang terkesan kejam, tapi benar-benar beralasan.
Abis, kata-kata suster itu lho..sangat-sangat tidak membantu sekali.
Kalau dia tidak tahu apa yang pasien rasakan, lebih baik dia bersikap netral saja daripada memperkeruh suansana.
Karena ingin tetap fokus menenangkan diri selama melewati kontraksi, saya pun hanya balas menjawab,
"Sus, saya malah dari tadi menunggu kapan kira-kira ada jeda, karena kontraksinya memang berlangsung terus menerus nyaris tanpa jeda. Makanya saya menarik napas panjang terus. Bukan karena apa-apa."
Hahaha..yaah apapun itu, anggap saja itu souvenir cerita kelahiran anak kami.
Melihat situasi nyeri kontraksi saya yang semakin memuncak, mendekati pukul 01.00 dini hari, feeling saya pun tidak enak karena didukung oleh rasa sakit yang terlalu hebat akibat kontraksi ini.
Nyeri kontraksi yang super hebat itu memang wajar terjadi akibat saya yang sudah kehilangan banyak air ketuban saat masih berada di rumah.
Namun di satu sisi rasa sakit tersebut juga membuat saya jadi curiga jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres pada posisi bayi kami.
Akhirnya saya mengatakan pada dokter bahwa saya tidak tahan lagi bila mesti menahan kontraksi lebih dari jam 1 malam dan saya juga khawatir mungkin ada hal yang tidak beres dengan bayi saya di dalam rahim.
Dokter pun menyuruh saya mencoba mengeden di tengah-tengah kontraksi yang sakit sekali.
Beliau menyuruh demikian untuk mengetahui apakah ada dorongan yang terasa atau tidak.
Saya bilang, "Tidak ada dok. Malah terasa seperti ada yang menahan."
Sejurus kemudian, dokter pun memutuskan untuk operasi caesar karena bila situasinya memang demikian, dokter pun merasa bahwa bayi kami memang tidak bisa dilahirkan secara normal.
Pukul 01.30 dini hari, operasi pun dimulai dalam keadaan saya sudah pasrah akibat kesakitan menahan kontraksi selama 10 jam.
Pukul 02.30 dalam keadaan setengah sadar, saya dipertemukan dengan bayi saya.
Dokter mengatakan, "Ibu..anaknya sudah lahir..bayi yang sehat sekali, dia langsung menangis tanpa perlu ditepuk terlebih dahulu..Alhamdulillah ya Bu, ibu menuruti feeling..karena ternyata posisi kepala anak ibu menengak atau menengadah ke atas, bukan menunduk dan menghadap ke bawah. Sehingga kalaupun kita paksakan menunggu pembukaan 10 hingga subuh pun, yang terjadi anaknya tetap sulit untuk lahir secara normal secara ini anak pertama, sementara ibunya sudah terlalu lelah akibat kesakitan."
Dan kami tidak bisa mengungkapkan rasa haru serta lega yang ada.
Berkat perlindungan-Nya dan feeling kuat yang Ia titipkan pada saya sebagai calon ibu, pada tanggal 9 Februari 2012 pukul 02.02 dini hari, anak kami pun lahir dengan berat badab 3,350kg dan panjang 48cm.
Saya menahan tangis ketika pertama kali didekatkan dengannya.
Suami saya pun demikian ketika mengadzankannya.
Tidak terbayang rasanya makhluk sempurna semungil ini tadi dipaksa untuk berjuang dengan posisi yang sulit di dalam rahim saya.
Pengalaman persalinan ini semakin mendekatkan hubungan saya dan suami dalam ikatan yang lebih intim dan bermakna.
Kami memberinya nama Muhammad Ghielman Rasyidi.
Nama yang sudah kami rangkai bersama sejak saya hamil.
"Pemuda cerdas dan sholeh (Ghielman) seperti Nabi Muhammad yang semoga menjadi Pemberi Petunjuk Hidupku (Rasyidi)"
Kami panggil dia Rashi (diambil dari kata Rasyidi).
Kami memanggil demikian, murni karena suka saja.
Belakangan baru saya ketahui bahwa dalam bahasa Jepang ternyata ada huruf Kanji 'Ra' dan 'Shi' yang jika digabungkan bermakna 'Pemuda baik yang cakap berbicara'.
Selain itu, saya dan suami suka dengan panggilan Rashi, karena panggilan tersebut memiliki makna yang baik dan positif di beberapa bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, ada istilah "Rasi Bintang" yang berarti "Gugusan Bintang".
Dalam bahasa Inggris pun ada kata "Rushy" (baca: Rasyi) yang bermakna "cepat" atau "tangkas".
Dunia Rashi pun dimulai.
Makhluk mungil baru pemberi warna semangat baru dalam hidup dan hari..
We did it, Hon..We did it..It was just compeletely us in the middle of the night..doing "the art" of do it or die, for giving birth a child into this world.. |
Kenang-kenangan kelahiran Rashi. 06706 AUQ. Setiap kali hendak menyerahkan Rashi, no.gelang ini selalu dicocokkan terlebih dahulu oleh perawat RS untuk mencegah terjadi kasus bayi yang tertukar |
![]() |
Our new born Rashi |
Rashi dan ayahnya..Suami menemani saya menyusui Rashi di kamar bayi..Pada waktu itu mata Rashi ditutup menggunakan eyepatch karena ia tengah menjalani perawatan sinar agar kulitnya tidak kuning. |
![]() |
Sudah boleh membawa bayi kami pulang ke rumah |
Rashi's first night in his crib |
Hari pertama suami kembali bekerja setelah cuti 6 hari untuk membantu dan menemani proses adaptasi saya menjadi seorang ibu |
There he gone away to catch a train..Have another successfully wonderful day at work, Ayah..^^ |
![]() |
Enam hari setelah kelahiran Rashi |
Si Unyu Bakpao digendong Oma ^^ |
![]() |
Mama & Ayah love u, Rash.. See all the living dreams in your eyes. |
"Kau tahu kenapa pasangan suami istri pasti menangis ketika melihat anaknya lahir? ..Karena mereka sukar percaya makhluk mungil seSempurna itu bisa lahir dari KeTidakSempurnaan mereka.."
Quotes inspiratif yang pernah saya temukan di sebuah film lama Diane Keaton beberapa tahun lalu
5 Comments