Anomali Arogansi






 Mungkin saya mesti berterima kasih padanya..
Untuk pekatnya cerca..
Untuk tiada mulianya cara..
Untuk tampik tanpa jeda..
Untuk tatapan hina akan sesuatu yang belum saya punya..

Kamu bilang begini begitu,
Lalu Allah gantikan sabar..
Dengan menganugrahkan hal-hal yang dia ejek itu..
Tanpa Ia lupa menyertakan bonus berupa banyak kejutan besar..

Allah jauh lebih kaya daripada mulutnya..
Kamu hanya bisa mencela..
Hingga habis hidupmu percuma akan komentar minus etika..
Hingga kabur niat macam apa yang hendak kamu tujukan sejak kali pertama..

Kamu mengomentari belahan hati saya..
Di saat tak sekalipun saya minat untuk mengatakan yang tidak-tidak tentang miikmu..
Nyatanya Allah sikapi adabmu dengan kebaikan menggunung bagi hidup saya..

Kamu mengisyaratkan dengan sinis perihal karir dedikasi mulia saya..
Ketika saya tidak pernah terbersit untuk menanggapi pilihan yang kamu percaya..
Ternyata Allah curahi tanpa henti, tanpa kira-kira, akan rasa damai, bahagia, dan cinta..

Tapi yang membuat saya menyingkirkan toleransi,
adalah kalimat remehmu tentang cara saya memperkaya ilmu..
Tidak sadar ya, lewat cibir seaneh itu
Kamu baru saja sukses tunjukkan betapa kualitas dirimu sendiri..
memang begitu enggan mengaca diri..
hanya penuh emosi..
tanpa logika berarti..
seakan nyaris tanpa jejak edukasi..

Saya tidak mengerti..
Kenapa kamu yang tidak suka..
Mesti agresif mengejek gairah nurani saya..
Akan hobi yang berguna..

Kamu, hanya segelintir manusia..
Yang hatinya tidak terbuka untuk paham mengapa..
Saya sanggup begitu bahagia..
Berkat satu pilihan biasa untuk berusaha bersyukur dengan sempurna..

Kamu tidak mengerti..
Bagaimana saya yang tidak pernah repot-repot memancing argumentasi,
Nyatanya memiliki berkah dan sahabat sejati yang tak terhitung oleh jari..

Kamu hanya satu..
Satu yang mencari muka..
Namun berujung malu akibat murka..
Saya, punya berjuta..
Sahabat dan berkah sederhana ..
yang selalu saya syukuri demi semesta rasa bahagia..
Pantas saja kamu tidak terima..

Saya tidak menulis ini agar kamu baca.
Buat apa?
Bukan kelas saya, hanya bernyali menjerit di social media
Saya sudah katakan semuanya..
Saat menghadapimu secara langsung kemarin lusa..
Masih ingat tentunya..
Kamu begitu jumawa..
Namun anehnya kamu menutup akhir wacana dengan terbata-bata..
Dan berlari dari silahturahim begitu saja seperti insan tanpa norma..

Jadi saya tidak perlu kamu baca.
Ini laman pribadi saya..
Inilah saya,
Ini apresiasi saya..
Mengolah per silabel dari sanggah dan cerca..
Menjadi satu kreasi bermakna..

Saya bahkan tidak cukup minat apalagi peduli untuk membalasmu..
Saya kasihani kamu..
Kamu hanya sehempas anomali arogansi
yang merasa perlu menyepelekan cara pada sesama..
Demi alibi
untuk menutupi banyak rahasia..

Tanpa khawatir Allah akan tertawa..
Melihatmu sangat durja..
Padahal hanyalah Ia yang layak berdaya kuasa..

Maka terima kasih.
Untuk semua bumerang drama..
yang justru Allah kerap jadikan cara nan begitu berbalik ampuh,
untuk mendatangkan berkah-Nya..
Pada mereka yang dicerca..

Berhemat-hematlah melempar kosakata negatif..
Manakala kamu berorasi begitu aktif..

Dan berbijaklah dalam beritikad..
Jangan sampai caramu berpendapat akhirnya hanya terbilang menghujat..




Share:

1 Comments